HMI Tual-Malra Bongkar Tambang Ilegal PT BBA di Kei Besar : Tak Punya AMDAL dan IUP, Pemerintah Daerah Dinilai Lalai


MALRA | Lintas-Pulau.com
: Dugaan aktivitas tambang ilegal kembali mencuat di Kepulauan Kei. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Tual-Maluku Tenggara (Malra) secara tegas membongkar dan menolak aktivitas pertambangan PT Batulicin Beton Aspalt (BBA) di Ohoi Nerong, Pulau Kei Besar, yang hingga kini beroperasi tanpa dokumen Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) dan Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang sah.

Penolakan ini disampaikan langsung oleh Ketua HMI Tual-Malra, Hadisofyen Rettob, kepada media ini usai mengikuti audiensi bersama Ketua DPRD Maluku Tenggara, Stepanus Layanan, dan anggota DPRD, Ahmad Husein Balyanan, Jumat, (20/6/2025)  sekitar pukul 03.30 WIT di ruang Ketua DPRD setempat. 

“Sudah lebih dari 10 bulan PT BBA menggali tanah di Pulau Kei Besar, tapi hingga hari ini tak ada satu dokumen AMDAL atau IUP yang pernah diumumkan ke publik. Ini bukan hanya cacat administrasi ini adalah bentuk pembiaran oleh pemerintah daerah terhadap praktik tambang ilegal,” tegas Hadisofyen Rettob.

HMI menilai bahwa Pemerintah Kabupaten Maluku Tenggara di bawah kepemimpinan Penjabat Bupati sebelumnya (Drs. Jasmono, M.Si) gagal total dalam menjalankan fungsi pengawasan dan perlindungan terhadap wilayah pesisir dan masyarakat lokal.

Menurut Dia akibat minimnya sosialisasi, ketiadaan transparansi, dan lemahnya pengendalian membuat masyarakat di sekitar tambang akan terpapar risiko kerusakan lingkungan yang serius kedepannya. 

Padahal, lanjut Rettob menjelaskan sesuai ketentuan, Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 22 dan 37, mewajibkan setiap kegiatan yang berdampak besar terhadap lingkungan harus memiliki dokumen AMDAL yang disusun secara partisipatif dan terbuka untuk publik.

Selanjutnya Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 2021 juga menegaskan bahwa AMDAL merupakan dokumen wajib sebelum izin usaha diterbitkan.

Kemudian kata Dia dalam UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan bahwa aktivitas pertambangan tanpa IUP merupakan pelanggaran hukum.

Bahkan, Rettob ungkapkan keberadaan tambang di Pulau Kei Besar juga diduga melanggar Pasal 3 Undang-Undang No. 27 Tahun 2007 jo. UU No. 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (PWP3K), yang menekankan perlindungan lingkungan pesisir dan hak hidup masyarakat adat.

Dalam dokumen tuntutan yang diserahkan kepada Ketua DPRD Malra, HMI menyampaikan empat poin penting antara lain : 

- Menolak keras aktivitas pertambangan PT BBA yang dilakukan tanpa IUP dan AMDAL;

- Mendesak DPRD Kabupaten Malra menghentikan seluruh operasi perusahaan di Pulau Kei Besar;

- Menuntut Dinas Lingkungan Hidup agar secara terbuka mempublikasikan dokumen AMDAL, karena merupakan dokumen publik sebagaimana diatur Pasal 37 UU PPLH;

- Mengancam aksi demonstrasi besar-besaran di Kantor Bupati dan DPRD apabila tuntutan tidak diindahkan.

Terkait hal itu, Ketua DPRD Malra, Stepanus Layanan, mengaku telah menerima surat tuntutan dari HMI dan menyatakan akan menindaklanjuti aspirasi tersebut ke Pemerintah Kabupaten dan Pemerintah Provinsi Maluku.

“Surat resmi penolakan ini saya terima dan akan segera saya teruskan kepada Pemerintah Daerah maupun Provinsi,” ujar Stepanus.

Rettob kembali menambahkan, kasus ini mempertegas lemahnya pengawasan dan potensi pelanggaran hukum oleh pihak-pihak yang semestinya melindungi masyarakat dan lingkungan. 

“Jika tidak segera dihentikan, aktivitas tambang ilegal ini dikhawatirkan akan meninggalkan luka permanen bagi ekosistem dan generasi mendatang di Pulau Kei Besar,” pungkasnya.